Ketika memutuskan pacaran 2 tahun yang lalu, aku benar-benar menutup diri bagi pria-pria lain.
Selama 20 bulan aku berpacaran dulu, saya dan "ex" cukup serius membicarakan mengenai pernikahan, rumah setelah menikah, dsb, dsb. Kami sudah saling mengenal orang tua masing-masing. Bahkan kami had a lunch as a big family, yes, keluarga kami bertemu. Betapa seriusnya hubungan kami dulu.
Namun memang pasangan sejati akan saling melengkapi, aku merasa dia tidak bisa melengkapiku dan semakin lama aku semakin tidak mengerti dia. 15 bulan berjalan baik dengan konflik yang bisa di selesaikan baik-baik.. Namun selanjutnya, setelah natal sampai awal tahun 2017 kami akan selalu berantem saat ngomongin pernikahan. Hingga kata-kata makian kepada satu sama lain keluar begitu saja dari mulut masing-masing. Setiap kami telfonan (yang jarang di lakukan) kami akan menutup telfon dengan emosi.
Dalam pacaran (LDR), aku mempunyai ekspektasi agar pasanganku memberikan kabar keadaannya di sana, misalnya telfon, atau jika seharian tidak ada kabar setidaknya di akhir harinya dia memberiku pesan singkat atau sekedar mengirimkan "I love you".
Aku merasa selalu aku yang mengejar-ngejar dia, merasa selalu aku yang meminta maaf. Mungkin dia juga merasa seperti itu. Entahlah.
Sampai akhirnya, selama 3 minggu kami tidak berkomunikasi karna sebuah pertengkaran di BBM. Dia tidak mau membicarakannya karna dia tidak suka telfonan. Dan aku bukanlah orang yang bisa menyelesaikan masalah hanya dengan chat BBM atau WA, aku harus telfon dan ngomong langsung. 3 minggu adalah waktu yang cukup untuk meyakinkan hatiku dan mengumpulkan keberanian untuk mengatakan putus.
Feeling kami tidak "mutual". Hal itulah yg menjadi alasan aku mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungan kami.
Ada perasaan takut ketika mengambil keputusan itu. Takut ga dapat pacar lagi misalnya.. Namun seorang teman berkata "mending putusnya waktu pacaran, kalo udh nikah ga bisa putus lagi lho". Yah, itu kata-kata pemantapku. Seminggu pertama setelah putus, aku galau setengah mati. Merasa kehilangan, namun tidak merasa menyesal. Tuduhan aku telah mempunyai pacar lain di sini, aku terima dengan lapang dada. Karena dia di Jakarta dan aku di Kupang, membuat putus menjadi lebih mudah. Karna kami tidak akan bertemu lagi :)
Setelah itu aku mulai positif menjalani hidupku. Banyak teman-teman yang mendukung. Aku menikmati saat-saat singleku dan tidak terpikirkan aku untuk mencari pacar di Kupang, namun aku tetap bergaul dan membuka diriku. Ada beberapa orang pria yang aku kagumi di sini, namun ya hanya ku simpan sendiri perasaan kagum itu. Sebagai wanita, menyenangkan sekali berada dalam perasaan-perasaan seperti itu..
Aku mengisi waktuku lebih banyak dengan pelayanan, menjadi tim Humas KKR pak Pdt. DR. Stephen Tong hingga ke luar kota, memperbanyak membaca buku, dan memperluas pergaulan.
Setelah gagal dengan hubungan sebelumnya. Aku tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan. Aku memutuskan untuk menunggu hingga the right guy datang in the right time, sesuai waktunya Tuhan. Aku tidak mau coba-coba lagi.
Senin, 4 Desember 2017, pukul 6.30 aku menemani murid-murid wali bernyanyi di gerbang depan sekolah. setelah bel masuk berbunyi aku bergegas menuju kelas, terlihat seorang yang asing di lingkungan sekolah. dia menggunakan Polo-T berwarna kuning dan celana training serta sepatu olahraga. Tidak begitu terlihat jelas mukanya karena aku melihatnya dari samping dan jalannya cepat sekali. Aku memang tidak mengikuti devosi pagi tadi jadi tidak mengetahui pengumuman terbaru, termasuk siapa orang itu. oh! Mungkin dia adalah guru yang minggu lalu diumumkan, seorang bapak guru dari Singapur yang akan berada disekolah kami selama 2 mingguan.
Pagi hari anak-anak mempunyai jadwal untuk mengikuti semacam seminar di aula dengan tema media sosial yang dibawakan oleh “orang itu”. Sambil dia membawakan seminar, aku memperhatikannya dan terpikir dia "Chinese sekali" (maaf agak rasis), dari wajahnya mungkin dia sudah berkeluarga. belakangan aku ketahui dia bernama Alfred.
Pulang sekolah setelah pengumuman dan closing, hujan turun dengan sangat deras. Aku dan beberapa guru beserta Pak Alfred terjebak di teacher lounge. Saya berinisiatif mengajak Pak Alfred berbicara dengan menanyakan alasan utama kedatangannya ke Kupang. Beliau berusaha menjelaskan; agar bisa berinteraksi dengan orang-orang, mengetahui sistem pendidikan di Indonesia khususnya bagian timur Indonesia. Dan berkata dia terinspirasi oleh Jokowi, walaupun bukan presidennya, Jokowi adalah Idolanya.
Mulia sekali tujuannya, kalau aku mungkin tidak akan terpikir untuk melakukan hal yang sama, apalagi sendirian.. Hehehe
Pak Alfred juga bertanya nama dan dari mana saya berasal. Setelah itu kami ngobrol tentang pendidikan, budaya, dan banyak lagi. Kurang lebih 2 jam hingga setengah 6 sore hujan reda kami pun berpisah.
Sebagai manusia, banyak sekali perasaan yang aku rasakan dari awal tahun lalu (2017), dari kepahitan, sakit hati, kebahagian, kekaguman, dan cinta kasih. Semuanya adalah proses Tuhan dalam waktunya Tuhan. Semua dibawah kontrolnya Tuhan, siapa sangka awal tahun 2017 aku mengalami sakit hati namun di akhir tahun aku bertemu seseorang yang merubah dunia dan sudut pandangku dengan cara yang tak terduga?
Peluklah setiap perasaan, dan nikmati itu. Semua di bawah kedaulatannya Tuhan.
Komentar
Posting Komentar